KRISIS THAILAND Pelajaran Berharga bagi Banyak Negara Asia

Sumber: Harian KOMPAS, Sabtu, 22 Mei 2010 | 05:05 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/22/05053877/pelajaran.berharga.bagi.banyak.negara.asia

Tokyo, Kompas - Krisis politik di Thailand yang menelan puluhan korban jiwa serta kerugian sosial dan ekonomi yang tidak kecil harus dijadikan pelajaran berharga bagi banyak negara di Asia yang juga sedang mengembangkan demokrasi.
”Kita di sini berkumpul membicarakan masa depan Asia, tetapi di Thailand, Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva dan 60 juta rakyat Thailand membicarakan masa depan Thailand,” ujar Menteri Keuangan Thailand Korn Chatikavanij, yang tampil sebagai pembicara kunci pada hari kedua konferensi ke-16 The Future of Asia yang diselenggarakan setiap tahun oleh Nikkei di Hotel Imperial Tokyo, Jumat (21/5).
Wartawan Kompas Andi Suruji melaporkan, penampilan Korn Chatikavanij, pada saat suhu negerinya tengah memanas, memancing perhatian tersendiri di Tokyo.
”Saya akan gunakan kesempatan ini untuk menyampaikan informasi yang benar mengenai apa yang terjadi sesungguhnya di Thailand,” kata Korn.
Menurut laporan lembaga independen, lanjut Korn, sampai hari Kamis, krisis politik yang terjadi belakangan ini telah menelan korban lebih dari 400 orang, dan 80 orang di antaranya tewas.
Selain itu, kerugian lain akibat kerusuhan adalah terhentinya kegiatan ekonomi di pusat ekonomi di Bangkok, serta rusaknya fasilitas ekonomi dan sosial serta pemerintahan.
Krisis di Thailand itu, menurut Korn, memberi pelajaran sangat mahal bahwa siasat ”kebohongan besar” berhasil mendompleng ”kebenaran besar”. Kebohongan besar pemimpin dan mantan PM Thaksin adalah bahwa dia berjuang untuk demokrasi dan ketimpangan pendapatan. Isu itu menjadi landasan dukungan moral bagi suporternya. Namun, tidak satu pun di antara kalangan ”Kaus Merah” yang memberi solusi dan saran bagaimana menangani persoalan tersebut. ”Memang benar bahwa kemiskinan masih ada dan ketimpangan pendapatan masih terjadi. Apakah (kondisi di Thailand) itu lebih buruk dibanding perekonomian di negara berkembang lainnya?” katanya.
Faktanya, Thailand telah mencapai kemajuan signifikan dalam menekan angka penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, dari 45 persen dari populasi pada 25 tahun lalu menjadi tinggal 9 persen saat ini. Namun, persentase jumlah orang sangat kaya dibanding paling miskin tidak banyak berubah. Pekerja di sektor pertanian turun sejak krisis tahun 1997, dari 45 persen menjadi 39 persen dari total populasi, tetapi tetap sangat besar jumlahnya, yakni 15 juta orang. Akan tetapi, populasi pekerja di sektor yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi meningkat dari 24 persen menjadi 29 persen. Ini berarti, jutaan orang miskin pedesaan menjadi orang miskin perkotaan.
”Saya yakin kecenderungan ini terjadi juga di banyak negara di Asia lainnya,” katanya.
Di Thailand, kata dia, menjadi orang miskin di pedesaan masih relatif lebih baik ketimbang menjadi orang miskin di perkotaan. Kualitas hidup di pedesaan lebih baik dan tidak banyak orang yang kaya raya dibanding lainnya.
Dan krisis politik terkini di Thailand mengingatkan bahwa pembangunan politik dan sosial sama pentingnya dengan pembangunan ekonomi. Lebih tepatnya, pembangunan ekonomi mesti konsisten dengan prinsip demokrasi, yakni persamaan dan keadilan (equality and fairness).
Terkait dengan perkembangan di Thailand itu, PM Laos Bouasone Bouphavanh sehari sebelumnya menyatakan bahwa perekonomiannya tentu ikut terganggu. Soalnya, Laos menggunakan pelabuhan Thailand untuk mengekspor produknya.
Seberapa besar dan kecil krisis di Thailand akan memengaruhi tetangganya. Mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad menyatakan hal itu. ”Selalu, seperti kita bertetangga, apa yang terjadi di Thailand pasti memengaruhi tetangganya,” kata Mahathir.

Leave a Comment

About this blog